Apakah menulis itu penting?
Ini adalah tulisan pertama saya di medium, dan mudah-mudahan bukan yang terakhir. Sampai saat ini meluangkan waktu untuk membaca dan menulis bagi saya masih sesuatu yang sangat berat. Mungkin bukan hanya untuk saya, tapi juga untuk kebanyakan orang di Indonesia. Itu bisa dilihat dari index baca masih sangat rendah, yaitu dibawah 1%.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Berdasarkan survei UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca.
Lalu, Seberapa penting sih budaya membaca dan menulis itu?
Kalau pertanyaan itu muncul ketika kita sedang ujian, saya rasa kita semua tahu, jawabannya adalah penting. Sangat penting bahkan. Kebanyakan orang yang berhasil dibidang yang mereka tekuni pasti suka membaca buku, dan kebanyakan dari mereka juga suka menulis tulisan yang berfaedah, ada yang sekedar sharing insight melalui tulisan di media sosial, blog, maupun menulis sampai buku.
Saya yakin setiap orang pasti ingin menjadi yang terbaik dibidang yang dia tekuni, dan pasti punya seorang sebagai role model. Contohnya di dunia yang saya tekuni yaitu industry digital role modelnya bisa Bill Gate, Stave Jobs, Mark Zuckerberg atau yang lainnya, role model setiap orang bisa jadi berbeda satu dengan yang lainnya.
Bill Gate adalah salah satu orang terkaya di Dunia, dan salah satu hobinya adalah membaca. Kalau kebanyakan orang yang sukses suka membaca dan menulis (sharing) berarti membaca dan menulis adalah hal yang sangat penting dong. Namun mengapa dari banyak sekali orang yang tahu bahwa membaca dan menulis itu penting, sangat sedikit yang mau praktek?
Mungkin karena take action itu adalah satu level lebih tinggi dibanding hanya sekedar tahu. Hanya sekedar tahu bahwa membaca itu penting, tidak akan banyak mengubah hidup kita. Seperti halnya kita tahu bahwa olah-raga teratur itu baik untuk kebugaran tubuh kita, tapi hanya sekedar tahu kalau olah raga teratur itu baik untuk tubuh tidak otomatis tubuh kita jadi lebih bugar. Kita harus praktek, praktek dan praktek.
Ya, praktek. Tulisan ini dibuat juga dalam rangka praktek belajar menulis. Salah satu alasan saya mengambil topik ini ditulisan pertama saya adalah agar saya jadi ikut mencari tahu mengapa berat sekali rasanya meluangkan waktu untuk menulis. Setelah sedikit browsing dan menggali apa yang saya alami, setidaknya saya menemukan 6 faktor yang sering saya alami.
Merasa tidak ada waktu
Ini adalah alasan pertama mengapa bagi saya membaca dan menulis itu effordnya besar. Merasa tidak ada waktu, setiap hari sudah disibukkan dengan urusan urusan kerjaan dari pagi sampai sore. Sampai Rumah, disibukkan lagi dengan aktifitas bermain sama anak dan keluarga.
Semua orang punya waktu yang sama yaitu 24 jam, ada yang sempat untuk sharing melalui tulisannya ada pula yang “merasa” tidak sempat. Namun, mengapa orang-orang sukses sempat untuk membaca dan menulis? apakah mereka tidak sibuk? Saya rasa mereka adalah orang-orang yang sangat sibuk, beribu-ribu kali lipat lebih sibuk dari saya.
Teorinya adalah orang yang sukses adalah orang yang bisa mengelola waktu dengan baik. Kalau kita sudah tahu membaca dan menulis itu penting, maka kita juga harus membuat target yang terukur. Seperti halnya ketika kita mengerjakan sebuah project, maka harus sudah jelas deadline dan KPI nya.
Kita bisa mulai dari target yang ringan, misalnya setiap satu bulan kita harus menyelesaikan membaca satu buku dan menulis setidaknya satu artikel, dan target itu bisa kita tingkatkan secara bertahap. Sebaiknya kita menulis target tersebut disebuah kertas dan ditempel disuatu tempat yang bisa kita baca setiap hari.
Membutuhkan waktu lama
Bagi orang yang masih newbie dalam hal menulis seperti saya ini, menulis bisa saja menjadi aktifitas yang membutuhkan waktu yang lama. Contohnya realnya adalah tulisan ini, sampai dengan kalimat yang saya ketik ini setidaknya saya sudah menghabiskan waktu 2 jam untuk sekedar ketak-ketik. Sebenarnya mungkin wajar sih, ketika masih newbie menulis membutuhkan waktu yang relatif lama.
Lalu bagaimana cara agar menulis bisa lebih cepat? Jawabannya adalah PRAKTEK. semakin kita banyak praktek menulis pasti otak kita akan lebih cepat menuangkan ide kedalam sebuah tulisan. Praktek, praktek, dan praktek, mungkin memang cukup menantang untuk bisa konsisten praktek, tapi ya itulah jawabannya “harus mau praktek”.
Tidak tahu mau menulis apa
Ya, ini juga salah satu alasan mengapa tak kunjung muncul tulisan di blog medium ini. Kadang ketika saya niat mau menulis, malah tidak ada ide mau menulis apa. Tapi kadang ketika sedang beraktifitas atau sedang berdikusi dengan rekan kerja tiba-tiba ada ide berkaitan dengan topik yang bisa di share melalui tulisan, masalahnya adalah disaat itu kita tidak memungkinkan menulis.
Mungkin ketika kita sudah memutuskan untuk memulai membudayakan membaca dan menulis, kita harus sedikit lebih aware terhadap topik-topik yang bisa dishare melalui tulisan. Misalnya ketika tiba-tiba kita mendapatkan topik ketika sedang beraktifitas, kita bisa mencatat point-pointnya disebuah note handphone. Sehingga ketika ada waktu dimalam hari, kita sudah memiliki topik dan point-point yang mau kita bagikan melalui tulisan.
Terlalu banyak tahu
Semakin banyak kita tahu maka kita semakin merasa bodoh dan kadang malah jadi merasa belum pantas untuk sharing sesuatu. Seperti halnya tulisan ini, mungkin bisa jadi tulisan yang saya tulis ini tidak banyak memberi manfaat buat orang, karena mungkin semua orang juga sudah tahu alasan mengapa kita berat untuk menulis. Atau mungkin sebenarnya sudah ada penelitian yang meneliti tentang hal ini, dan mampu memberikan solusi yang kongkrit.
Memang benar semakin banyak yang kita tahu maka kita akan semakin merasa bodoh. Namun yang butuh kita tahu adalah, kita tidak harus menunggu menjadi expert untuk memulai berbagi. Seperti halnya kita tidak harus menunggu menjadi kaya raya untuk mulai bersodakoh. Karena pada dasarnya semakin kita banyak berbagi semakin banyak kita mendapatkan.
Mulai dulu aja, kalau kata tokopedia. Mari berbagi mulai dari apa yang kita tahu, dan jika ada yang memberikan feedback. Berarti ada yang peduli dengan kita dan berharap kita bisa menjadi lebih baik lagi.
Malu dianggap kualitas tulisannya belum bagus
Ini adalah salah satu faktor yang menghambat saya untuk sharing dalam sebuah tulisan, baik itu sosial media maupun blog. Karena setiap kali saya membaca tulisan saya sendiri diwaktu lampau, saya merasa tulisannya gak penting dan malu-maluin. Mungkin tulisan ini ketika saya baca 5 atau 10 tahun lagi juga akan memperoleh predikat yang sama. Merasa malu pernah menulis seperti ini.
Tapi, kalau kita mau sedikit melihat dari sudut pandang lain. Jika kita merasa malu dengan tulisan kita dimasa lalu, itu artinya kita berkembang. Artinya wawasan kita, pola pikir kita, sudut pandang kita sudah berkembang menjadi jauh lebih baik. Mungkin jika kita tidak malu membaca tulisan lama kita, bisa jadi ada yang salah atau bisa jadi kita tidak berkembang selama beberapa tahun terakhir. So, mulai dulu aja, kata tokopedia.
Merasa bukan passionnya
Memang benar setiap orang punya passion yang berbeda-beda, ada yang by default sudah suka membaca dan menulis, ada juga yang belum suka membaca dan menulis. Namun menurut saya pribadi, setiap orang pasti punya ketertarikan untuk membaca dan menulis. Hanya saja kebanyakan orang belum bisa menemukan bacaan dan tulisan yang tepat untuknya.
Seperti saya contohnya, saya baru menyadari saya minat membaca buku pada tahun 2016. Awalnya saya pikir membaca adalah aktifitas yang tidak menarik. Mengapa demikian? Karena dari kecil sampai dengan kuliah buku yang saya miliki hanyalah buku pelajaran sekolah dan buku kuliah. PPKN, Sosiologi, Biologi dan semacamnya. Buku pelajaran bukan buku yang menarik bagi saya.
Setiap orang punya keterarikan yang berbeda-beda, jika kita bisa menemukan bahan bacaan yang pas, saya yakin anda akan tertarik untuk membaca dan membuat tulisan tentang hal itu. Buku yang pertama kali saya baca sampai selesai adalah buku berjudul “Never Too Young to Become a Billionaire” ditulis oleh Yasa Singgih. Waktu itu pertama kali ketemu Yasa Singgih ketika sama-sama menjadi Finalist di Wirausaha Muda Mandiri. Saya cukup terkesan dengan apa yang telah dia raih di usia yang sangat muda, karena itu akhirnya saya memutuskan untuk membeli buku yang dia tulis.
Jadi jika kita belum menemukan bahan bacaan yang pas untuk kita, jangan berhenti untuk mencari, dan ketika sudah menemukan, berkomitmenlah untuk menyelesaikan membacanya.
—
Sebenarnya tulisan ini saya buat untuk mengingatkan diri saya sendiri agar tergerak untuk praktek, praktek, dan praktek. Namun mudah-mudahan tulisan ini juga bermanfaat untuk temen-temen yang membaca tulisan ini. Jika kalian ternyata mengalami masalah-masalah yang sama dengan saya berkaitan dengan beratnya memulai menulis, mari kita berdiskusi di kolom komentar, semoga dengan berdiskusi kita bisa menemukan solusinya bersama-sama.