Tentang Relativitas, Kaya Miskin, Pandai Bodoh, Sukses Gagal. Apakah semua itu Relatif?

Donni Prabowo
5 min readApr 2, 2020

Sukses. Kata yang sering kita dengar. Setiap orang mungkin punya pandangan yang berbeda dalam menyikapi arti kata Sukses.

Namun, bagi kebanyakan orang mungkin arti kata sukses itu adalah sukses secara financial dan karir. Pernah suatu ketika, saat saya mengisi sharing suatu acara, MC nya memperkenalkan saya sebagai orang yang sudah sukses, padahal jujur saya sendiri masih merasa belum sukses. Pernah juga saat ngobrol dengan teman lama, dibilang sukses karena sudah punya kendaraan dan punya rumah. Bagi saya sendiri atau bagi orang yang jauh lebih hebat dari saya, tentu saja saya mah masih bagaikan butiran debu. Tapi mungkin bagi orang tertentu saya sudah dianggap sukses. Lalu sukses itu sendiri apa sih? Apakah sukses itu relatif tergantung sedang dilingkungan mana kita berada. Menurut saya, ya. Karena masih banyak yang mengukur kesuksesan seseorang dengan ukuran sepatu dia sendiri.

Terkait Pandai dan Bodoh apakah itu Relatif juga? Menurut saya ya. Saya pernah disuatu kondisi saya dianggap paling bodoh, dan pernah juga dikondisi dimana dianggap paling pintar. Saya akan coba bagikan cerita saya.

Saat saya SD, saya relatif dikenal sebagai anak yang cukup pintar. Kelas 1–3 SD saya sering mendapatkan juara 1. Dan kelas 4–6, setidaknya masih 5 besar di kelas. Saat itu saya dianggap tidak bodoh.

Masuk ke SMP, saya diminta mendaftar di SMP terbaik sekabupaten tempat saya tinggal, dan kalau gak salah saat itu SMP tersebut ranking 4 seprovinsi DIY. Saat itu seleksi masuk SMP dilaksanakan dengan test masuk, walaupun pada akhirnya saya diterima di SMP tersebut, saya berada diposisi ranking 210 dari 240 siswa yang diterima. Dan masa-masa kelas 1 SMP sampai kelas 3 SMP adalah masa-masa saya dianggap orang bodoh dikelas, Rekor ranking terbaik saya ketika semesteran adalah ranking 27 dari 40 siswa, dan Rekor ranking terburuk saya waktu itu ranking 37 dari 40 siswa. Di cap sebagai siswa yang bodoh tentu saya tidak enak, faktanya siswa yang dicap bodoh dan tidak punya skill lain yang mencolok rawan di bully. Bersyukur saya dulu tidak terlalu kena bully. Masa-masa SMP ditutup dengan Ujian Nasional dengan 3 mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Saya dapat mengumpulkan total nilai 27, dengan rincian Matematika dapat nilai 10, Bahasa Indonesia 9.7, dan Bahasa Inggris 7.3 . Walaupun rata-rata nya sudah 9.00 namun ternyata banyak siswa yang mendapatkan nilai lebih baik dari nilai saya tersebut. Masa-masa SMP adalah masa-masa dimana saya merasa bodoh.

Masuk ke SMA, saya masuk ke SMA terbaik sekabupaten. Waktu itu seleksi dengan hasil UN SMP, dari sekitar 300 siswa yang diterima SMA tersebut saya mendapatkan ranking sekitar 140an. Masa-masa SMA masih sama dengan masa-masa SMP dimana saya juga di anggap salah satu siswa yang bodoh. Langganan ikut ujian Remidial karena nilainya dibawah nilai kompetensi minimum. Namun meskipun demikian ketika SMA ini lebih mendingan dibandingkan ketika SMP.

Ketika SMA saya akrab dengan 4 orang teman, kita semua daftar di UGM. Dan hasilnya semua teman akrab saya semua diterima di UGM, dan saya gak di terima sendiri. Lalu saya akhirnya masuk salah satu perguruan tinggi komputer swasta, bernama Universitas Amikom Yogyakarta. Singkat cerita, ketika kuliah ini saya mendadak di anggap sebagai mahasiswa yang pandai, baik oleh dosen maupun rekan-rekan saya dikelas. Saya mendapatkan nilai yang sempurna disemester 1 dan disemester 2, di semester 1 dan 2 semua nilai matakuliah yang saya ambil nilainya A. IPK saya 4.0 disemester 2. Saya mendapatkan beasiswa mahasiswa berprestasi dari semester 3 sampai lulus S1. Dan ketika lulus dan Wisuda saya menjadi wisudawan terbaik dari semua jurusan dan semua jenjang studi dengan IPK 3.92. Sebuah pencapaian yang luar biasa aneh. Mungkin itu untuk pertama kalinya saya bisa banggain orang tua dari sisi Akademis. Uniknya, saya menjalani kuliah dengan efford biasa aja, bahkan dari semester 3 saya sampai lulus saya kuliahnya sambil kerja partime. Karena menjadi wisudawan terbaik saya mendapatkan beasiswa untuk lanjut S2, full gratis tanpa ikatan dinas apapun.

Lanjut S2, saya jalani dengan santai juga. Sambil belajar merintis usaha bersama rekan saya. Dan hasilnya saat kuliah S2 ini nilai nilai saya juga sangat baik. Semua nilai mata kuliah saya A, dan ketika saya lulus IPK saya 4.0, padahal saya menjalaninya dengan biasa aja kadang juga bolos juga beberapa kali karena ikut kompetisi. Disaat S2 ini saya beberapa kali ikut kompetisi mewakili Indonesia di tingkat Asia Pasific.

ASA Award, Hongkong

Setelah lulus, dan beberapa tahun terjun di Industri. Pada tahun 2018 lalu, saya mendapatkan Beasiswa dari Pemerintah Australia (Australian Award) untuk program studi pendek di Flinders University, Australia. Saya kurang tahu yang mengikuti seleksi dari program ini berapa orang, tapi akhirnya saya terpilih untuk mengikuti program ini bersama 25 awardee lainnya dari berbagai kota di Indonesia. Saya satu satunya peserta dari Jogja waktu itu.

Nah, di Flinders University ini saya kembali merasa menjadi orang yang “terbodoh”, 24 orang lainnya itu asli keren keren bisnisnya dan pengetahuannya. Berbeda dengan merasa menjadi orang terbodoh ketika SMP dulu, ketika kelas di Flinders University ini teman-teman saya sangat supportif, gak ada bullying dan saling respect satu sama lainnya. Di Level ini saya bersyukur menjadi orang bodoh yang bisa kenal dengan orang-orang hebat lainnya.

Flinders University

Dari pengalaman itu, akhirnya saya menyimpulkan bahwa Kaya Miskin, Pandai Bodoh, Sukses Gagal itu semua adalah Relatif. Tergantung dari siapa yang menilai dan kita sedang berada dilingkungan seperti apa.

Jadi buat temen-temen yang saat ini merasa paling bodoh, jangan terlalu berkecil hati, mungkin saja kalian berada dilingkungan orang-orang hebat. Justru ini kesempatan untuk belajar dari orang-orang hebat disekelilingmu.

Dan bagi yang merasa sudah paling pintar, paling hebat, paling sukses jangan berbangga dulu, mungkin kamu mainnya kurang jauh dan sedang berada dilingkungan yang membuatmu sulit berkembang. Coba perbesar networkmu agar kamu tetap merasa menjadi bodoh.

Mudah-mudahan tulisan ini ada manfaatnya.

--

--

Donni Prabowo

Startup Ecosystem Player | CEO PT. Jendela Digital Indonesia | Director at ABP Incubator | Regional Head at UMG Idealab (C.V.Capital) | donni.official@gmail.com